Tentang Skripsi dan Kebodohanku
Blog ini ditulis saat aku ngerasa overwhelming entah keberapa kali saat ngerjain skripsi. Padahal tinggal 1 bab lagi. Tapi aku malah ngerasa pengen memulai merombak proposal dari awal.
Semuanya tiba-tiba terasa salah. Kayak— aku ini sebenarnya ngapain sih? Pointless banget.
Air mataku selama ngerjain skripsi kalau bisa ditampung keknya bisa jadi kolam. Tinggal ditambahin ikan aja bisa jadi tambak.
Aku nggak punya teman cerita. Aku nggak tau juga harus cerita darimana.
Saat paragraf ini ditulis, Spotify kebetulan nge-shuffle lagu Rasa ini by Vierra. Huft makin overwhelming.
SK pembimbingku barusan habis awal bulan ini. Tandanya satu tahun lebih telah berlalu sejak judul proposalku di-acc.
Kenapa ya dulu aku ngajuin judul ini?
Kenapa gitu lho?
Judul dari proposal yang aku kerjakan sekarang, kuberi nama proposal 3.0 karena proposal tersebut adalah proposal ketiga yang akhirnya di-acc dosen pembimbingku.
Proposal 1.0 adalah proposal yang aku buat saat kuliah metodologi penelitian sewaktu semester 5 (kayaknya), dengan topik akuntansi syariah atau apa ya. Pokoknya tentang perbankan syariah (kayaknya). Soalnya waktu itu aku pikir itu adalah topik paling mudah dan cukup menarik yang bisa kukerjakan.
Proposal 2.0 adalah proposal yang aku buat saat seminar akuntansi dengan topik fraud sewaktu semester 6 (kayaknya) waktu udah masuk peminatan audit.
Proposal 3.0 yang kukerjakan sekarang adalah proposal 2.0 yang disarankan untuk diubah teori utamanya oleh dosen pembimbing. Jadi penelitianku yang sekarang mustahil ada, kalau aku nggak terpikir topik proposal 2.0
Aku nggak tau ya, audit ini sebenarnya pakai pelet apa ke aku, sampai aku benar-benar tertarik banget sama dia waktu itu. Padahal aku udah submit masuk peminatan syariah. Tapi aku ubah lagi.
Kayaknya aku udah gila.
Aku saat itu berpikir kalau rasa penasaranku dengan akuntansi syariah itu udah cukup. Udah selesai gitu. Mau apalagi? Honestly, aku ngerasa kalau masuk syariah itu kayak kurang menantang.
Sok pinter banget gue, najis. Cuih.
Kayaknya aku kepikiran ini gara-gara ikut olim ekonomi syariah waktu itu dan belajarnya jor-joran. Dan aku benar-benar menghabiskan rasa penasaranku tentang akuntansi syariah yang sempat aku pengen daftar jurusannya di salah satu UIN. Jadi kayak— yaudah... gitu?
Dan kenapa audit?
Soalnya aku pikir waktu itu peminatan yang paling mudah ya audit? Soalnya kalau pajak, aku nggak suka. Nggak sukanya gara-gara berhubungan dengan undang-undang yang panjang x lebar buat dihapalin. Meskipun aku ngerasa nilai pajakku aman-aman aja, tapi selama ini aku merasa perpajakan itu not my cup of tea. Cielah.
Selain itu tinggal akuntansi manajemen yang mana banyak hitungan di sana dan aku tidak suka berhitung. Jadi pilihanku benar-benar antara syariah dan audit aja.
Audit itu ya, aku pikir awalnya asik. Ya asik sih. Kuliahnya asik kok, meski satu semester daring tok. Dosennya meskipun ada yang nyebelin tapi masih asik-asik aja. Anak-anak kelasnya juga asik.
Cuma ya gitu, materi kuliahnya bikin menyesal.
Aku nggak tau specifically yang bikin aku menyesal itu di mananya.
Aku cuma ngebayangin diriku kalau aku ngambil peminatan syariah, ngambil topik skripsi syariah yang gampang-gampang aja. Terus lulus cepet, dapet kerjaan yang related dengan peminatan itu. Kayaknya jauh lebih asik daripada berada di titik sekarang yang nggak jelas banget ini.
Cuma namanya penyesalan ya buat apa juga. Masa lalu nggak bisa diubah.
Sebenarnya cukup berat buat nerima kenyataan, bahwa aku di titik ini berangkat dari serangkaian keputusan yang aku ambil sendiri di masa lalu. Rasanya pengen ngegebukin diri sendiri di masa lalu sebelum aku mengambil keputusan-keputusan yang bikin menyesal ini.
Anyway, ini bukan pertama kali aku bikin keputusan yang kayak tiba-tiba aja pengen diubah gitu. Jadi nggak tau juga, kalau mau dipikir-pikir penyesalanku itu mulainya dari mana.
Pendeknya aku menyesal waktu ngambil peminatan audit padahal udah submit masuk peminatan syariah, kalau ditarik mundur lagi aku juga bisa menyesali keputusanku waktu ngubah jurusan SBMPTN yang tadinya jurusan akuntansi cuma di pilihan 3 jadi cadangan, malah 3 pilihan jurusan semuanya aku masukin akuntansi. Padahal aku udah muak dengan akuntansi dan mau belajar bahasa aja.
Atau kalau ditarik mundur lagi, bisa aja aku menyesali keputusanku waktu daftar jurusan SMK. Yang tadinya daftar buat jurusan multimedia, malah aku ubah jadi akuntansi. Padahal aku minat di jurusan multimedia biar bisa gambar dan ngedit-ngedit.
Atau bisa juga ditarik mundur lagi waktu aku pengen daftar ke SMA buat jurusan IPA tapi malah disuruh orangtua masuk SMK yang nggak tau mau jurusan apa. Padahal besoknya berkas buat daftar ke SMA itu tinggal didaftarkan aja dan udah pasti masuk karena pakai nilai UN. Dibanding masuk SMK yang harus ikut ujian tambahan lagi yang kalau itu nggak keterima aku harus masuk swasta. Untungnya sih masuk. Untungnya.
Kayaknya aku emang harus ngurangin buat ngikutin impulsive thought deh.
Bisa-bisa pas aku nikah nanti bisa ganti calon dalam hitungan hari karena aku ngerasa kayak kepengen aja?
Semoga nggak sih ya. Hahaha. Semoga.
Emang pointless banget kalau bahas penyesalan. Nggak usah dibahas sih emang dari awal harusnya.
Jangan hidup dalam penyesalan ya guys. Mungkin kehidupan yang sekarang kalian sesali adalah hasil dari harapan kalian di masa lalu.
*Bonus meme wikihow